Sidang lanjutan kasus pidana yang menjerat Tony Surjana kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (16/6/2025). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan duplik dari tim kuasa hukum menanggapi replik Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Duplik disampaikan langsung oleh Brian Praneda, S.H., dari kantor hukum Praneda and Partners. Dalam pernyataannya di hadapan majelis hakim, Brian menyoroti berbagai kejanggalan dalam dakwaan yang ditujukan kepada kliennya.
“Dakwaan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan pada tafsir hukum yang menyimpang dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” ucap Brian.
Ia menegaskan bahwa kepemilikan tanah yang dipersoalkan telah memiliki dasar hukum yang kuat. Hak atas tanah tersebut didukung oleh sertifikat resmi serta putusan inkracht dari lembaga peradilan.
“Seluruh hak atas tanah yang disengketakan telah memiliki dasar hukum yang kuat dan sah secara yuridis,” ujar Brian.

Tak hanya itu, Brian juga menilai penuntutan dari JPU melanggar asas-asas penting dalam hukum acara pidana. Ia mempersoalkan absennya dua saksi kunci dalam perkara ini.
“Saksi utama, yaitu pelapor dan saksi korban, tidak hadir tanpa surat keterangan yang sah,” tuturnya.
Lebih lanjut, Brian menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari sengketa tanah biasa, yang kemudian berkembang menjadi dugaan pemalsuan dokumen. Padahal menurutnya, perbedaan asal persil tanah seharusnya bukan ranah pidana.
“Laporan polisi tahun 2014 bermula dari sengketa tanah biasa perihal perbedaan asal persil,” imbuhnya.
Ia juga menepis tuduhan pemalsuan dokumen, karena menurutnya dokumen tersebut sah secara administratif dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Dokumen tersebut hanyalah dokumen verifikasi administratif yang sah diterbitkan oleh BPN,” tambahnya.

Dalam pembelaannya, Brian menyampaikan bahwa tiga Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Tony Surjana belum pernah dibatalkan oleh BPN dan telah diuji keabsahannya di pengadilan, bahkan sudah dieksekusi.
“SHM 512, 4077, dan 4076 tidak pernah dicabut dan dibatalkan oleh BPN Jakarta Utara,” tegasnya.
Dalam dupliknya, Brian Praneda mengangkat tema “Siapakah Sengkuni Pencipta Mahakarya Konspirasi yang Mengkriminalisasi Tony Surjana?”. Ia menilai ada pihak-pihak yang sengaja menciptakan skenario untuk menggagalkan proses eksekusi perkara perdata yang sebelumnya telah dimenangkan oleh kliennya.
“Perkara pidana a quo adalah alat yang digunakan oleh ‘sengkuni’ untuk menjegal eksekusi perdata,” ucapnya.
Brian menduga ada upaya sistematis untuk menjebak Tony dengan cara memanfaatkan celah hukum. Sosok ‘Sengkuni’ diibaratkan sebagai simbol dari karakter licik dan manipulatif yang menciptakan konspirasi dalam kasus ini.
“Dengan mengangkat sosok Sengkuni, Penasehat Hukum Terdakwa mengumpamakan tindakan-tindakan tersembunyi dalam perkara ini sebagai mahakarya konspirasi,”tambahnya.
Di akhir duplik, Brian meminta agar majelis hakim membebaskan Tony Surjana dari seluruh dakwaan dan memulihkan nama baiknya.
“Memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan vonis bebas murni (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum,” tutup Brian.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Kamis, 19 Juni 2025, dengan agenda pembacaan putusan. Kita nantikan bersama bagaimana akhir dari perkara hukum ini.